Mengenal Raden Saleh, Sang Sosialita Dunia dari Tanah Jawa



                   
Jauh sebelum era internet seperti sekarang yang bikin siapa aja bisa eksis dengan mudah ke jagat dunia, Indonesia (dulu Hindia Belanda) sudah punya sosok "seleb dunia", yaitu Raden Saleh seorang Pelukis keturunan Arab- Jawa, yang kiprahnya dikenal di daratan Eropa termasuk oleh kalangan raja raja dan aristokrat . Kalau Italia punya Leonardo da Vinci、Belanda punya Van Gogh、sosok pelukis dan jenius kelas dunia yang melintas batas zaman. Maka kita boleh berbangga hati memiliki sosok Raden Saleh yang berasal dari tanah Jawa. Saking berpengaruhnya Raden Saleh、 namanya pun diabadikan menjadi satu jalan di Dresden、 Jerman. Bahkan nama Raden Saleh juga diabadikan sebagai nama suatu kawah di planet Mercurius.
                                                                    Selama hidupnya、 Raden Saleh permah tinggal selama 20 tahun di beberapa negara Eropa (Belanda、Jerman、Belgia dan Prancis). Lukisan Raden Saleh banyak dikagumi oleh para Gubernur Jendral di Hindia Belanda,  Keluarga Raja Raja di Eropa dan kalangan aristokrat Eropa,  hingga membuat Raden Saleh dihargai sangat mahal dan membuat Raden Saleh bisa bergelimang harta. Bahkan hingga saat ini pun lukisan lukisan karya Raden Saleh terus diburu oleh para kolektor seni dunia. 

     *Raden Saleh, sang sosialita dunia dari Jawa*

Sepulang dari Eropa, Raden Saleh membeli sebidang tanah maha luas di Cikini dan membangun rumah sangat megah yang menyerupai kastil. Rumah kastil ini dibangun menyerupai Istana Callenberg di Jerman, dimana ia dulu pernah tinggal. Saat jaman penjajahan Belanda, gak sembarangan orang bisa membangun rumah semegah seperti yang dimiliki Raden Saleh. Tanah yang mengelilingi bangunan rumah kastil Raden Saleh pun sedemikian luas, hingga ke area yang sekarang menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jl. Cikini Raya. Di area itulah, Raden Saleh membangun kebun binatang mini yang nantinya menjadi cikal bakal dari Kebon Binatang Ragunan saat ini.  Rumah kastil ini sering saya kunjungi saat membawa Walking Tour rute Little Arab yang diadakan Jakarta Food Traveler.
   *Bekas Rumah Kastil Raden Saleh, saat ini menjadi bagian kantor dari RS PGI Cikini*

Siapakah sebenarnya Raden Saleh dan bagaimanakah ia sampai bisa melanglang ke benua Eropa dan bergaul dengan kalangan elit dan aristokrat Eropa?  Raden Saleh Sjarif Boestaman (Lahir 1811, meninggal  23 April 1880)  adalah pelukis beretnis Jawa- Arab   yang mempionirkan seni modern Indonesia (saat itu Hindia Belanda). Lukisannya merupakan perpaduan Romantisisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis. Beberapa hasil lukisan Raden Saleh yang fenomenal adalah "Penangkapan Diponegoro", "Berburu Singa", dan berbagai lukisan potret Gubernur Jendral Hindia Belanda.

Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat.  Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di Sekolah Rakyat  (Volks-School) di Batavia. Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda   dan lembaga-lembaga elite Hindia Belanda. Berkat kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, yang mengetahui bakat melukis Raden Saleh, ia diarahkan untuk berguru seni lukis kepada AAJ Payen, seorang Pelukis asal Belgia yang saat itu bekerja sebagai Pelukis resmi untuk pemerintah Hindia Belanda di Jawa.  AAJ Payen pun mengajak Raden Saleh berkeliling Pulau Jawa untuk mencari obyek obyek lukisan yang menarik.  Terkesan dengan bakat anak didiknya yang luar biasa, Payen pun  mereferensikan Raden Saleh kepada Gubernur Jendral Van der Capellen untuk mendapatkan beasiswa ke Belanda  untuk mendalami seni lukis.

Di Belanda, Raden Saleh banyak berguru dengan Krusseman, pelukis istana yang kerap menerima pesanan pemerintah  Belanda dan keluarga kerajaan. Raden Saleh pun makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai dikenal, malah berkesempatan berpameran di Den Haag dan  Amsterdam . Melihat lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka seorang pelukis muda dari Hindia dapat menguasai teknik dan menangkap watak seni lukis Barat. Setelah masa pendidikannya selesai, Raden Saleh mengajukan perpanjangan tinggal karena ingin lebih mendalami banyak teknik seni lukis, yang disetujui Pemerintah Belanda, dengan syarat biaya beasiswa pendidikannya dihentikan.

Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa. Beberapa tahun kemudian ia dikirim untuk menambah ilmu ke Dresden , Jerman. Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman. Raden Saleh kembali ke Belanda tahun 1884, dan selanjutnya bekerja menjadi pelukis istana kerajaan Belanda.

Saat di Eropa, Raden Saleh juga menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Prancis ,  yang mau tak mau memengaruhi dirinya. Dari Perancis ia bersama pelukis Prancis kenamaan, Horace Vernet, ke Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan pada tahun 1846. Di kawasan inilah lahir ilham untuk melukis kehidupan satwa di padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang ia kunjungi:  Austria dan Italia.  Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia pulang ke Hindia bersama istri pertamanya, wanita Belanda yang kaya raya.Tapi pernikahan ini tidak bertahan lama.

Raden Saleh menikah kedua kalinya dengan Raden Ayu Danudirdja yang berasal dari Bogor (Buitenzorg).   Setelah menikah dan pindah ke Bogor, Raden Saleh menjual tanah maha luas dan rumah kastil itu ke keluarga Alatas, hingga dulu di kawasan Cikini dikenal sebagai Alatas Land. Bersama keluarga barunya, Raden Saleh menghabiskan masa tuanya di Bogor hingga meninggal, dan dimakamkan di Kampung Empang, Bogor.  Koran Javanese Bode melaporkan, pemakaman Raden "dihadiri banyak tuan tanah dan pegawai Belanda, serta sejumlah murid penasaran dari sekolah terdekat." Karena Raden Saleh tidak memiliki keturunan、 makamnya sempat terbengkalai selama puluhan tahun hingga akhirnya ”ditemukan” kembali di era Presiden Soekarno yang memang juga punya minat tinggi pada dunia lukisan. Soekarno memerintahkan pemugaran makam Raden Saleh  secara khusus dan desain makam dirancang oleh Fredrich Silaban yang juga merancang Mesjid Istiqlal. Makam Raden Saleh yang berada di Kampung Empang Bogor ini juga adalah tempat yang sering saya kunjungi saat membawa Walking Tour rute Little Arab Bogor.


Jauh setelah Raden Saleh meninggal, lukisan lukisan Raden Saleh terus diburu banyak kolektor. Lukisan Raden Saleh kini banyak dihargai senilai milyaran hingga puluhan miliar. Setelah wafat、 Raden Saleh terus menerima begitu banyak penghargaan, baik dari dalam negri maupun di luar negri.  Penghargaan tertinggi dari pemerintah Indonesia diberikan pada tahun 1969 lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara Anumerta ,  berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia.  Makam Raden Saleh di Bogor juga dipugar atas perintah langsung dari Presiden Soekarno. Dan karena kiprahnya yang begitu luas dikenal di dunia seni lukis global, di tahun 2008 sebuah  kawah  di planet Merkurius dinamai darinya. Ruaar biasaaa...
Berbicara tentang Raden Saleh tidak bisa lepas dengan keunikan karakternya. Saat tinggal di Eropa、walaupun berasal dari tanah Jawa yang sedang dijajah Belanda、 Raden Saleh dikenal mempunyai kepercayaan diri tinggi dan  tak segan menunjukkan identitasnya sebagai orang Jawa termasuk sering mengenakan pakaian Jawa di banyak kesempatan saat bertemu kalangan aristokrat . Dengan begini、 Raden Saleh ibarat menjadi ”Ambassador“ yang banyak memperkenalkan budaya Jawa bagi bangsa Eropa saat itu. Namun ketika kembali ke tanah air dan tinggal di Batavia、Raden Saleh sering mengalami banyak kegalauan batin berhadapan dengan lingkungan sekitarnya. Pemikiran Raden Saleh yang dianggap terlalu ”kebarat baratan” sering tak disukai oleh orang Pribumi.  Di sisi lain、 Raden Saleh juga sering mengkritik orang Pribumi yang feodal、 malas dan bodoh. Sementara di kalangan pemerintah kolonial Belanda、Raden Saleh yang memang orang Pribumu juga kerap dianggap sebagai warga kelas dua.  Padahal selama tinggal di Eropa、Raden Saleh diterima dengan baik oleh kalangan aristokrat dan raja raja. Hal inilah yang membuat Raden Saleh memutuskan untuk menyepi. Apalagi saat sang istri jatuh sakit、 Raden Saleh akhirnya memutuskan untuk menjual rumah kastil megahnya dan pindah ke Bogor (Buitenzorg)、kota tempat ia menghabiskan masa remajanya. Raden Saleh dan istri tinggal hingga akhir hayat di Bogor.
                                                                  Sedangkan Rumah Kastil Raden Saleh di Cikini masih berdiri tegak. Setelah sempat beberapa kali berpindah kepemilikan, kini "Rumah Kastil" Raden Saleh di daerah Cikini ini menjadi bagian dari kantor RS PGI Cikini, dengan kondisi bagian luar yang tidak banyak berubah. Karena sudah menjadi bagian kantor, masyarakat umum bisa melihat rumah kastil ini hanya dari bagian depan saja.

Kalo kamu sedang di kawasan Cikini, sempatkanlah mampir liat "Rumah Kastil Raden Saleh", dijamin kamu akan terkagum kagum dengan bangunan ini, juga dengan kiprah Raden Saleh, sang sosialite dunia asli pribumi yang namanya bisa mendunia karena lukisannya.
(catatan :sebagian foto di tulisan ini diambil dari Wikipedia dan Google Image)
#AwesomePlaceJakarta #CeritaTourGuide

1 comment:

Idfi Pancani said...

Gue ngebayangin betapa hebatnya ya sang maestro sampai namanya diabadikan sebagai nama salah satu jalan di Dresden dan nama salah satu kawah di salah satu planet.

Suatu saat nanti kalo dapat kesempatan berkunjung ke Dresden, gue harua mampir ke Jalan Raden Saleh.

Nice story, btw.

Baca Juga Yang Satu Ini

Pesta Mandi Bedak , Puncak Perayaan Tahun Baruan Kampung Tugu Yang Tak Kalah Seru Dengan Festival Songkran di Thailand

Tahukah Anda, di ujung utara Jakarta, ada sebuah kawasan yang merupakan kampung Kristen tertua di Jakarta dan juga di Indonesia?  ...