Traveling Gratis ke Jepang? Siapa yang ga mau.....
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan plesiran gratis ke Negri Sakura mengikuti program Japan – Asean Tourist Guide Exchange yang disponsori pemerintah Jepang dan difasilitasi oleh SEATGA (Asosiasi Tourist Guide ASEAN) dimana saya terpilih mewakili Tourist Guide dari Indonesia, bersama para Tourist Guide yang mewakili masing masing negara Asean dan juga Jepang. Bersyukur sekali bisa ikutan di program pertukaran Tourist Guide tingkat Asean-Jepang yang baru pertamakalinya diadakan ini. Koq bisa sih saya yang kepilih mewakili Tour Guide Indonesia di program ini? padahal saya belum 10 tahun aktif di dunia Tourist Guide, sementara banyak rekan Tourist Guide senior yang sudah berkiprah selama belasan hingga puluhan tahun. Saya juga bukan anak yang saleh saleh banget...trus apa dong? yah itu lah yang namanya kekuatan doa Orang Tua....hehehe
Jadi saya mengetahui program pertukaran ini dari seorang rekan Tourist Guide Malasyia yang anggota SEATGA、lalu saya pun mengisi aplikasinya . Banyak juga persyaratannya、 seperti Tourist Guide yang mendaftar harus punya spesialisasi khusus dan juga sudah bisa membuat sendiri rute Tur (Trail)unik yang rutin dijalankan. Kebetulan saat mendaftar aplikasi、saya sudah mulai merintis Food Tours (Wisata Kuliner ,Setelah proses seleksi administrasi dan wawancara via telpon、saya pun dinyatakan lulus untuk mengikuti program yang kesemuanya disponsori pemetintah Jepang ini. Syukur Alhamdulilah !
(para peserta Tour Guide dari negara negara ASEAN)
Ngapain aja sih di Program ini??
Tujuan utama dari program yang berlangsung selama 5 hari ini adalah untuk saling networking dan bertukar wawasan tentang dunia pariwisata
dan juga profesi Tourist Guide di negara negara Asean dan Jepang. Program ini sendiri berlangsung di tiga kota
: Tokyo, Himeji dan Kobe.
Di hari kedua program ini, para peserta diberikan kesempatan untuk
mempresentasikan tentang highlight kegiatan Tour/ Wisata tematik di negara
negara masing masing, sesuai topik dan spesialisasi Tourist Guide yang
bersangkutan. Peserta Singapura dan
Vietnam bercerita tentang River Tours, Myanmar dan Laos bercerita tentang
Religious Tours, Thailand dan Kamboja bercerita tentang Community Based Tours,
Brunai dan Philipina bercerita tentang Nature Tours, Malaysia dan Indonesia
kebagian bercerita tentang Food Tours.
Kebetulan Food Tours adalah spesialiasi saya selama beberapa
tahun belakangan ini, dan Food Tours sendiri masih terbilang hal baru di
Jakarta. Terbukti dari masih jarangnya Travel Company/ Trip Organizer yang
secara khusus menjual paket Food Tours kepada wisatawan asing, padahal jenis
Food Tours seperti ini sudah sangat dikenal luas di negara negara Eropa,
termasuk juga di beberapa negara Asean seperti di Bangkok, Kuala Lumpur dan
Singapura. Secara khusus dalam presentasi , saya juga bercerita tentang Nasi Uduk dan Kopi Luwak asal Indonesia yang saat ini merupakan kopi termahal di dunia.
Dan dalam tiga hari berikutnya, para peserta diajak untuk
berwisata sekaligus untuk Skill Exchange di antara sesama peserta Tourist Guide.
Di Tokyo, kami mengunjungi Gardens of Imperial Palace, Kuil Meiji (Meiji
Shrine), dan Tokyo National Museum. Di Kota Himeji, kami mengunjungi Himeji
Castleyang merupakan Unesco World Heritage Site, dan juga Japanese Garden. Dan
di Kota Kobe yang merupakan kota pelabuhan, kami mengunjungi Carpentry Tools
Museum dan kawasan Kitano yang sangat terkenal dengan rumah rumah dan bangungan
tua peninggalan orang orang bangsa Eropa yang telah ada sejak awal abad 20.
(cantiknya taman ala Jepang di "The East of Imperial Garden, Tokyo)
Selama kegiatan Tour di tiga kota, kami dipandu secara
bergantian oleh para Tourist Guide Jepang yang mewakili Japan Guide Association
(JGA). Dari mereka ini, saya jadi tahu
kalo di Jepang, profesi Tourist Guide umumnya kurang diminati oleh orang orang
muda, karena profesi Tourist Guide tidak menjanjikan pendapatan yang stabil.
Karena itu, rata rata Tourist Guide Jepang berusia di atas usia 50an tahun,
yang memulai profesi Tourist Guide saat
sudah pensiun dari pekerja kantoran, atau saat anak anaknya sudah beranjak
besar. Namun hebatnya para Tourist Guide
Jepang bisa bertahan bekerja hingga puluhan tahun, dan tetap memiliki stamina
tinggi walaupun usianya sudah cukup senior.
Contohnya Eva San (75
tahun) pemandu kami selama di Tokyo, yang sudah bekerja sebagai Tourist Guide
selama 40 tahun dan bersuamikan seorang Tourist Guide juga. Di usianya yang menjelang 75 tahun, Eva san
masih enerjik memandu para peserta Tour, dengan gayanya yang memikat. Saya
paling suka cara Eva San memperkenalkan diri kepada para peserta Tour: “My
English is Japanese English. So please Enjoy..!”
Tampak sekali Tourist Guide Jepang penuh kepercayaan diri
walaupun mungkin bagi banyak orang asing, aksen bahasa inggris mereka terkadang
sulit dimengerti.
(Eva San, 75 tahun, saat memandu di bis sambil terus berdiri, kuat sekali staminanya)
(Eva San, 75 tahun, saat memandu di bis sambil terus berdiri, kuat sekali staminanya)
Lalu ada lagi, Taeko San yang berusia 65 tahun yang memandu
kami selama di kota Himeji . Saat mengunjungi Himeji Castle yang memiliki
ketinggian hingga 50 m (sekitar 10 lantai), Taeko San terus ikut memandu kami
semua hingga di lantai tertinggi. Saya aja yang masih muda, udah cukup ngos
ngosan ...keren banget deh semangat tinggi Taeko San ini.
(Di Himeji Castle, Taeko San ikut naik memandu kami semua hingga ke lantai 10)
Sepanjang City Tour, kami juga banyak diceritakan tentang
budaya dan kebiasaan orang orang Jepang.
Saat mengunjungi Meiji Shrine, sebuah kuil agama Shinto di wilayah
Shibuya, saya cukup terkesan dengan cerita tentang (Agama/ Kepercayaan) Sinto yang
banyak dianut oleh orang Jepang. Banyak ajaran Sinto yang menurut saya mirip
dengan ajaran Islam, seperti menyucikan diri sebelum berdoa/ beribadah dan
mengutamakan kebersihan (kalo di Islam, dikenal dengan istilah “Kebersihan
adalah bagian dari Iman). Cuma kalau di Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, mengutamakan kebersihan ini sendiri sepertinya sekadar jargon.
Tapi untuk penduduk Jepang, menjaga kebersihan ini seperti sudah mendarah
daging menjadi karakter sehari hari. Kemanapun saya pergi saat di Jepang, tak
pernah terlihat ada sampah sampah terbuang sembarangan. Semua jalanan terlihat
sangat bersih, semua orang punya kesadaran untuk membuang sampah pada
tempatnya. Bagi orang Jepang, mereka akan malu , kalau terlihat membuat sampah
sembarangan.
(Eva San, saat mengajarkan kami untuk "berwudhu" sebelum masuk ke Meiji Shrine)
(Bagian luar dari Meiji Shrine, kuil Agama Shinto Meiji)
Ketika berkunjung ke Himeji Castle di Himeji Prefektur, saya menyadari di sekitar tempat wisata itu tidak ada satupun
tempat sampah di pinggir jalan, padahal itu adalah area wisata yang banyak
didatangi ribuan turis tiap harinya. Setelah saya bertanya kepada Taeko San, ternyata
itu disebabkan sekitar sepuluh tahun lalu di salah satu tempat di Jepang ada
percobaan peledakan bom yang disimpan di dalam sebuah tong sampah di pinggir
jalanan. Setelah peristiwa itu, pemerintah Jepang memutuskan tidak boleh lagi
meletakkan tong sampah di pinggir jalan.
(Himeji Castle, Unesco World Heritage, yang dibangun sejak abad 17)
Karena itu warga Jepang sudah terbiasa
menyimpan sampahnya sendiri di tas/ kantong, sampai menemukan tong sampah di
dalam gedung, bahkan jika melihat ada sampah tercecer di pinggir jalan, orang
Jepang juga mau maunya memungut dan membawa sampah itu sampah ketemu tong
sampah. Keren banget yaaa...coba kalo di Indonesia bisa gini, bisa bisa gak ada
kerjaan lagi itu para petugas kebersihan
di pinggir jalan.
Selain diperkenalkan Sejarah dan Budaya tentang Jepang, tentu saja
sepanjang program ini semua peserta dimanjakan dengan mencoba makanan Jepang
yang lezat dan sedap.....surga dunia deh pokoknya.....
Diluar rangkaian acara yang telah disiapkan panitia, saat di
Tokyo saya juga mencoba berwisata kuliner
sendiri, mencoba berbagai makanan Jepang yang lagi happening di Harajuku dan
Ginza. Hasil eksplorasi Food Tour saya selama di Tokyo bisa dilihat cerita dan foto fotonya di link berikut https://www.facebook.com/iralennon/media_set?set=a.10209239291392495.1073741932.1027763779&type=3
Kalau mau foto foto di Instagram mu lebih kece saat wisata kuliner di Tokyo, bisa juga baca referensi disini.
Kalau mau foto foto di Instagram mu lebih kece saat wisata kuliner di Tokyo, bisa juga baca referensi disini.
Thanks SEATGA, Viva Japan and ASEAN, dan Hidup Indonesia Raya :-)
Berwisata ke Jepang lagi dan lagi? Cuzzzz