* Tulisan ini pernah dimuat di Koran Seputar Indonesia (20 Apr 07), dlm Rubrik Jelajahi Pikiranmu.
Menjadi RELAWAN : A Spiritual Journey
Volunteerism is about let your self happily serving others. Volunteerism is about let your self happily exploring yourself. And above all that, volunteerism is about let your self searching the truth of happiness in you.
Belakangan kayaknya kita “dibombardir” rentetan berita buruk dari berbagai media massa. Ditambah lagi ….. orang “berlomba-lomba” mengkritik dan saling menyalahkan. ABCDEF. Aduh Booo…..Cape Deyyyy…Eikee Fusyiing!!! Koq…..seakan-akan bangsa ini gak berenti2 dirundung kemalangan :( TANYA KENAPA???
Berita buruk dan segala macam kritik adalah “makanan” aku sehari-hari. Di lingkungan dunia pemberitaan yang bergelut dengan rating, tempatku mengais-ngais intan dan berlian, aku udah "kenyang" dikondisikan untuk mencari segala kekurangan dan kelemahan dari sebuah peristiwa atau juga orang lain. Well…bad news is always a good news, what can I say!
Menjadi RELAWAN : A Spiritual Journey
Volunteerism is about let your self happily serving others. Volunteerism is about let your self happily exploring yourself. And above all that, volunteerism is about let your self searching the truth of happiness in you.
Belakangan kayaknya kita “dibombardir” rentetan berita buruk dari berbagai media massa. Ditambah lagi ….. orang “berlomba-lomba” mengkritik dan saling menyalahkan. ABCDEF. Aduh Booo…..Cape Deyyyy…Eikee Fusyiing!!! Koq…..seakan-akan bangsa ini gak berenti2 dirundung kemalangan :( TANYA KENAPA???
Berita buruk dan segala macam kritik adalah “makanan” aku sehari-hari. Di lingkungan dunia pemberitaan yang bergelut dengan rating, tempatku mengais-ngais intan dan berlian, aku udah "kenyang" dikondisikan untuk mencari segala kekurangan dan kelemahan dari sebuah peristiwa atau juga orang lain. Well…bad news is always a good news, what can I say!
I love my job, I love what I’m doing.Tapi, sebenernya lingkungan seperti ini sangat memungkinkan aku untuk menjadi pribadi yang juga "negatif", kalo saja aku gak bisa “menyiasatinya”. Untungnya, aku masih “diselamatkan” oleh orang-orang luar biasa, yang selalu “menyadarkan” , bahwa bertindak dan berbuat sesuatu adalah jauh lebih berarti daripada sekedar mengkritik.
Dan…… , aku percaya koq masih banyak janda-janda di negri ini…..eh salah, maksudnya masih banyak kabar baik di negri ini yang bisa menjadi berita gembira. Walaupun ujan batu di negri orang…ujan emas di negri sendiri(!), aku (tetap) bangga jadi orang Indonesia loooh :p
Hal inilah yang bikin aku, di akhir Desember lalu, untuk “lari” dari rutinitas dan ikut kegiatan Coast 2 Coast Project, sebuah kegiatan relawan pemuda internasional di Banda Aceh selama satu minggu.Sudah sekian lama, aku selalu mendengar berbagai hal yang negatif tentang tempat ini. Bahkan setelah dua tahun berlalu sejak tsunami pun, kabar-kabar buruk mengenai Aceh selalu mendominasi, baik yang dimuat di berbagai media ataupun melalui kabar-kabur yang tersiar oleh burung.
Selama menjadi relawan di Aceh, setidaknya aku bisa mendapatkan “kabar-kabar gembira” disana. Aku melihat udah banyak upaya yang dilakukan berbagai pihak (asing) untuk ikut membangun Aceh pasca Tsunami. Dari ekspedisi di Aceh selama satu minggu, ada satu kesan mendalam yang aku rasakan. Aceh yang puluhan tahun “tertutup” dari dunia luar , kini bagaikan gerbang terbuka yang “dibanjiri” bantuan dari berbagai penjuru bumi.
By the way, busway, subway, bajay ….menjadi relawan selama satu minggu di Aceh “membuka” mataku terhadap sisi lain Aceh yang selama ini gak pernah aku tahu. Kabar-kabar inilah yang berusaha aku sebarkan untuk orang-orang, sekembalinya aku di kota metropolitan yang sumpek ini. Namun, beberapa kawan mencoba mengingatkan, bahwa apa yang aku lihat di Aceh itu baru “permukaan ”, karena masih sangat banyak masalah disana. Ya memang, ada banyak “kabar gembira” yang aku dapatkan ketika disana, yang selama ini gak terekspos media. Tapi sebenernya “kabar sedih” dan “cerita-cerita kelam” tentang Aceh yang aku dapatkan langsung selama disana juga gak kalah banyaknya. But then… It is no longer my part to spread such stories. Many people have already played that role in that part.
Hal-hal “baik” yang berhasil aku temukan di Aceh, mungkin memang hanya “permukaan” saja. Apa yang aku dan teman-teman relawan lakukan mungkin hanya sekecil upil, dan gak akan merubah banyak hal disana. Tapi....perjalanan di Aceh memberi dampak yang luar biasa untuk diriku pribadi. Menyaksikan mereka - Para relawan, yang dengan senang hati datang jauh-jauh dari negaranya, dengan biaya sendiri (dan bahkan mengorbankan masa liburan panjang natal dan tahun baru), untuk membantu masyarakat Aceh, membuat aku merasa malu terhadap diri sendiri, yang kurang mempunyai rasa kepedulian dengan bangsa sendiri. Belum lagi, melihat masyarakat Aceh, terutama anak-anak, yang tegar menjalani hidup setelah dirundung bencana bertubi-tubi, membuat aku harus berkaca dengan diri sendiri. Terus terang, dari mereka semua aku mendapat sangat banyak pelajaran tentang hidup. Sementara selama ini, banyak hal-hal "penting gak penting" yang selalu aku keluhkan. Macetnya jakarta yang bikin aku ngerasa jadi tua di jalan....Susahnya bikin badanku jadi semok (sexy dan montok??), Berkali-kali gagal ngedapetin Mr. Right (and Mr Happy ??? :p ), Kurang ini...kurang itu...Pokoknya...ada aja hal yang terasa kurang.
Perjalanan ke Aceh, kurasakan lebih sebagai sebuah perjalanan spiritual, dan ini mungkin menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan. Telah banyak negara aku kunjungi, dengan fasilitas yang cukup mewah pula, dengan membawa suatu "predikat" tertentu. Perjalanan-perjalanan itu memang ngebantuku untuk lebih menghargai negri sendiri. Tapi ajaibnya, perjalanan ke Aceh, di negriku sendiri, dengan menjadi relawan, tanpa membawa embel-embel "predikat" apapun, malah berhasil ngebantu aku untuk lebih menghargai hidup dan kehidupan.
Above all that....Being volunteer has brought me to encounter myself into a new path of life. I should apply the term of volunteerism into every single thing in life. Menjadi relawan adalah merelakan diri secara SUKACITA untuk berbuat sesuatu, lebih dari sekedar berbicara. Menjadi relawan adalah “merelakan” diri secara SUKACITA untuk berbuat yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain. Dan menjadi relawan adalah "menggali" segala rasa SUKACITA yang terpendam dalam diri sendiri.
Dan…… , aku percaya koq masih banyak janda-janda di negri ini…..eh salah, maksudnya masih banyak kabar baik di negri ini yang bisa menjadi berita gembira. Walaupun ujan batu di negri orang…ujan emas di negri sendiri(!), aku (tetap) bangga jadi orang Indonesia loooh :p
Hal inilah yang bikin aku, di akhir Desember lalu, untuk “lari” dari rutinitas dan ikut kegiatan Coast 2 Coast Project, sebuah kegiatan relawan pemuda internasional di Banda Aceh selama satu minggu.Sudah sekian lama, aku selalu mendengar berbagai hal yang negatif tentang tempat ini. Bahkan setelah dua tahun berlalu sejak tsunami pun, kabar-kabar buruk mengenai Aceh selalu mendominasi, baik yang dimuat di berbagai media ataupun melalui kabar-kabur yang tersiar oleh burung.
Selama menjadi relawan di Aceh, setidaknya aku bisa mendapatkan “kabar-kabar gembira” disana. Aku melihat udah banyak upaya yang dilakukan berbagai pihak (asing) untuk ikut membangun Aceh pasca Tsunami. Dari ekspedisi di Aceh selama satu minggu, ada satu kesan mendalam yang aku rasakan. Aceh yang puluhan tahun “tertutup” dari dunia luar , kini bagaikan gerbang terbuka yang “dibanjiri” bantuan dari berbagai penjuru bumi.
By the way, busway, subway, bajay ….menjadi relawan selama satu minggu di Aceh “membuka” mataku terhadap sisi lain Aceh yang selama ini gak pernah aku tahu. Kabar-kabar inilah yang berusaha aku sebarkan untuk orang-orang, sekembalinya aku di kota metropolitan yang sumpek ini. Namun, beberapa kawan mencoba mengingatkan, bahwa apa yang aku lihat di Aceh itu baru “permukaan ”, karena masih sangat banyak masalah disana. Ya memang, ada banyak “kabar gembira” yang aku dapatkan ketika disana, yang selama ini gak terekspos media. Tapi sebenernya “kabar sedih” dan “cerita-cerita kelam” tentang Aceh yang aku dapatkan langsung selama disana juga gak kalah banyaknya. But then… It is no longer my part to spread such stories. Many people have already played that role in that part.
Hal-hal “baik” yang berhasil aku temukan di Aceh, mungkin memang hanya “permukaan” saja. Apa yang aku dan teman-teman relawan lakukan mungkin hanya sekecil upil, dan gak akan merubah banyak hal disana. Tapi....perjalanan di Aceh memberi dampak yang luar biasa untuk diriku pribadi. Menyaksikan mereka - Para relawan, yang dengan senang hati datang jauh-jauh dari negaranya, dengan biaya sendiri (dan bahkan mengorbankan masa liburan panjang natal dan tahun baru), untuk membantu masyarakat Aceh, membuat aku merasa malu terhadap diri sendiri, yang kurang mempunyai rasa kepedulian dengan bangsa sendiri. Belum lagi, melihat masyarakat Aceh, terutama anak-anak, yang tegar menjalani hidup setelah dirundung bencana bertubi-tubi, membuat aku harus berkaca dengan diri sendiri. Terus terang, dari mereka semua aku mendapat sangat banyak pelajaran tentang hidup. Sementara selama ini, banyak hal-hal "penting gak penting" yang selalu aku keluhkan. Macetnya jakarta yang bikin aku ngerasa jadi tua di jalan....Susahnya bikin badanku jadi semok (sexy dan montok??), Berkali-kali gagal ngedapetin Mr. Right (and Mr Happy ??? :p ), Kurang ini...kurang itu...Pokoknya...ada aja hal yang terasa kurang.
Perjalanan ke Aceh, kurasakan lebih sebagai sebuah perjalanan spiritual, dan ini mungkin menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan. Telah banyak negara aku kunjungi, dengan fasilitas yang cukup mewah pula, dengan membawa suatu "predikat" tertentu. Perjalanan-perjalanan itu memang ngebantuku untuk lebih menghargai negri sendiri. Tapi ajaibnya, perjalanan ke Aceh, di negriku sendiri, dengan menjadi relawan, tanpa membawa embel-embel "predikat" apapun, malah berhasil ngebantu aku untuk lebih menghargai hidup dan kehidupan.
Above all that....Being volunteer has brought me to encounter myself into a new path of life. I should apply the term of volunteerism into every single thing in life. Menjadi relawan adalah merelakan diri secara SUKACITA untuk berbuat sesuatu, lebih dari sekedar berbicara. Menjadi relawan adalah “merelakan” diri secara SUKACITA untuk berbuat yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain. Dan menjadi relawan adalah "menggali" segala rasa SUKACITA yang terpendam dalam diri sendiri.
- Des 06-
2 comments:
Tulisan yang bagus ra... emang sudah saatnya orang Indonesia merevolusi hati nuraninya, pikiran dan perasaannya sudah harus diselarasin terus menerus, biar ga nyimpang. Seperti yang lo maksud dalam tulisan lo, yah supaya kita lebih menikmati hidup dengan menikmati apa yang dilakukan oleh kita. Emang sih volunteerism itu ga gampang, apalagi kalau bukan ditempatnya, tapi sebenarnya bisa aja.
Selama yang telah gue pelajari, walau masih minim secara pengalaman, gue sadar kalo semuanya tergantung niat, dan keselarasan antara niat dan tindakan kita. Kalo niat kita nyari duit aja dalam bekerja, bererti kesadaran tertinggi kita hanya duit, bisa juga berbelok. Tapi kalo niat kita lebih tinggi lagi, maka kesadaran kita juga akan meningkat, apalagi kalau bisa berhasil mencapai targetnya, bahkan duit juga bakal ngikut dengan sendirinya.
Salut buat lo ra..!
Dondick
affiliation : www.sirnagalih.org
ra, tulisan elo ini oke banget. ayo donk ikutan lebih sering lagi jadi relawan. lo bisa gabung ma gw (maksudnya ama lembaga kemanusiaan gw, ACT), lo bisa lebih banyak menikmati indahnya dunia kerelawanan. insya Allah... gw tunggu
Post a Comment