Belajar Kehidupan dari INFOTAINMENT : Sebuah Refleksi


BELAJAR KEHIDUPAN DARI INFOTAINMENT:
SEBUAH REFLEKSI

Life is not a restaurant but a buffet, stand up and help yourself (Dominique Glocheux – sastrawan Prancis)

Hampir tiga tahun aku menjalani profesi sebagai wartawan, yang memang sejak dulu selalu menjadi cita-citaku. Namun, menjadi wartawan infotainment adalah tugas yang aku rasa paling berat. Atas nama uang (yang waktu itu sangat kuperlukan untuk biaya kuliah ), setahun lalu aku bersedia bergabung di sebuah stasiun TV dan bersedia ditempatkan di bagian infotainment – hal yang sangat asing bagiku saat itu .

Ternyata, menjadi seorang wartawan infotainment tak semudah yang aku kira . Bukan saja tugas-tugasnya yang memang berat (seperti mengejar-ngejar artis, sampai nongkrongin rumahnya semalam suntuk), namun lebih dari itu, sebagai wartawan infotainment aku seringkali harus menghadapi pandangan sebelah mata dari berbagai penjuru.

Aku sendiri sering mengalami bagaimana dianggap sekedar ‘pemburu gosip’, tak hanya oleh sebagian narasumber (yang seringkali namanya malah makin ngetop karena diberitakan infotainment), masyarakat, teman-teman, hingga rekan seprofesi wartawan (yang bukan wartawan infotainment). Walaupun infotainment sudah diakui keberadaannya oleh PWI, nyatanya aku seringkali dihadapkan kenyataan tak dianggap sebagai seorang "Jurnalis". Seolah-olah wartawan infotaiment adalah warga kelas ke sekian dalam profesi jurnalistik. Belum lagi aku juga harus siap untuk tebel muka saat berada di ruang kuliahku, dimana dosen dan teman-teman sekelas seakan 'meremehkan' pekerjaanku. Sangat menyesakkan dada bila sudah berusaha sekuat tenaga untuk berkarya, tapi selalu mendapat respon negatif dari orang lain. Terus terang, keadaan seperti ini sempat membuatku nyaris patah arang.

Yang membuatku tetap ‘berjuang’ adalah dukungan dari keluarga serta kepercayaan yang diberikan oleh Produserku (she really is a great leader!). Dari bosku tersebut, aku belajar untuk fokus dan konsisten terhadap suatu pilihan hidup, tanpa perlu memusingkan penilaian orang lain. Perlahan, aku mulai terbiasa dengan ‘status’ku, dan berusaha untuk ber 'damai'. Damai dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarku. Bahkan saat terjun di infotainment, aku malah merasa mendapat banyak "ilmu", baik dari seluk beluk berita yang aku tangani, ataupun dari sesama rekan wartawan infotainment (yang banyak dari mereka ternyata adalah orang-orang hebat, baik dari segi kecerdasan intelektual ataupun kecerdasan spiritual). Namun untuk meminimalisir imej ‘tukang gosip’, aku berusaha menghindari ngegosipin sesama rekan kerja, baik di kantor ataupun di lapangan. Lagipula diluar itu, jadi wartawan infotainment pun banyak enaknya. Nonton konser dan pertunjukan gratis, diundang launching film/ album/ buku terbaru, datang ke acara-acara bergengsi, sampai diajak jalan-jalan oleh si artis, siapa sih yang nolak??Hehehe

Saat ini, aku tak tak lagi bertugas di infotainment dan kuliahku pun sudah selesai (Thanx buat infotainment yang sudah "membayarkan" uang kuliahku). Namun dari pengalaman menjadi wartawan infotainment, aku belajar untuk membuka mata - hati dan fikiranku dengan seluas-luasnya. Aku telah memilih jalan hidupku sebagai seorang wartawan dengan kesadaran penuh. Ketika ditempatkan di infotainment itulah aku merasa di uji kesungguhan, komitmen, serta kecintaanku terhadap profesi yang aku pilih .

Satu tahun di infotainment bagaikan "sekolah kehidupan" yang menjadi titik balik bagiku dalam memandang hidup yang tak hanya dari satu sisi, dan mudah-mudahan dapat menjadi pendewasaan diri. Secara mental dan spiritual, aku merasa lebih berkembang dibanding satu tahun ke belakang. Aku pun kini berusaha untuk menilai orang lain secara lebih manusiawi, tak peduli apakah jenis pekerjaan, pendidikan, jabatan, atau berbagai status yang menjadi embel-embelnya. Setidaknya kini aku memahami makna kata-kata seorang bijak: Bahkan dalam situasi terburuk seperti apapun, kita harus selalu berpikir positif untuk mencari sisi baiknya.

Sept 06

10 comments:

Lukman Nul Hakim said...

Ira, saya suka tulisannya, gak terasa saya baca semua postingan kamu. You have a very beautiful heart, spread it to others, then you have done something very much precious to others. As Disraeli said 'Life is too short to be little', to have little heart, to have little dreams..Caio!!

I'll add you in my link.

luvyuyun said...

Mbak Ira.... segitu berat ya perjuangannya. Di saat orang memandang sebelah mata apa yg mbak lakuin..u just strive for it. Bravo euy!! You also really don't judge a book from its cover. Wish I could learn that from you. Oya, salam kenal dari Yuyun ya.

luvyuyun said...

Mbak Ira.... segitu berat ya perjuangannya. Di saat orang memandang sebelah mata apa yg mbak lakuin..u just strive for it. Bravo euy!! You also really don't judge a book from its cover. Wish I could learn that from you. Oya, salam kenal dari Yuyun ya.

Anonymous said...

mbak Ira, membaca tulisan mbak jadi memberi saya inspirasi dan sedikit 'kedamaian'. hal serupa sebenarnya saya alami, karena saya juga wartawan internal dari suatu instansi pendidikan. dengan alasan yang sama, yaitu untuk kuliah, saya merelakan beberapa lama waktu belajar saya demi menguber berita yang per naskahnya hanya dihargai 50 ribu rupiah. Saya juga seringkali dianggap wartawan kacangan, bahkan pernah hampir diusir karena dikira wartawan amplop. Salut buat mbak. Semoga saya bisa bertahan sampai lulus nanti dan suatu saat bisa kerja di instansi media 'sungguhan'seperti mbak Ira. Amin.
Oiya saya baca info dari mbak kalau MNC buka lowongan ya? apa mahasiswa yang belum lulus tapi sedang skripsi boleh ikut mendaftar? mohon infonya ya mbak ke e-mail saya: majnun_84@yahoo.com
Terima kasih dan salam kenal buat Mbak Ira. Rini Kustiasih (Unair Surabaya)

Anonymous said...

mbak Ira, membaca tulisan mbak jadi memberi saya inspirasi dan sedikit 'kedamaian'. hal serupa sebenarnya saya alami, karena saya juga wartawan internal dari suatu instansi pendidikan. dengan alasan yang sama, yaitu untuk kuliah, saya merelakan beberapa lama waktu belajar saya demi menguber berita yang per naskahnya hanya dihargai 50 ribu rupiah. Saya juga seringkali dianggap wartawan kacangan, bahkan pernah hampir diusir karena dikira wartawan amplop. Salut buat mbak. Semoga saya bisa bertahan sampai lulus nanti dan suatu saat bisa kerja di instansi media 'sungguhan'seperti mbak Ira. Amin.
Oiya saya baca info dari mbak kalau MNC buka lowongan ya? apa mahasiswa yang belum lulus tapi sedang skripsi boleh ikut mendaftar? mohon infonya ya mbak ke e-mail saya: majnun_84@yahoo.com
Terima kasih dan salam kenal buat Mbak Ira. Rini Kustiasih (Unair Surabaya)

Anonymous said...

Mau coba juga dong. Penasaran, cos I like to learn new adventures and experiences. Barusan kirim application ke MNC, bisa dilirik-lirik juga? ;)

Anonymous said...

Dear Ira,

Perlu sense of confidence yang bukan sembarangan dalam menjalani keseharian-mu ini, saya salut atas presistensi dan konsistensi-nya. Moga-2 kedepan dengan prestasinya dan selalu mengedepankan "putting the news first" bisa membuat perbedaan yang kredibel dan mengangkat harkat dna opini publik thd infotaintment yang selama ini identik dengan berita burung/gossip. Banyak sabar, setiap profesi pasti punya tantangan uniknya tersendiri.. kamu punya pendukung yang banyak, dari rekan kerja-mu di ujung office-cubicle itu sampai di ujung Liberia ini.

Selamat akhir pekan dan salam hangat dari Negeri Si Bau Kelek! :)

Anonymous said...

Dear Ira...
Senang bisa baca "curhat" mu di blog yg kamu bikin. Jujur saja, I am also the one who think that pekerja infotainment is even worse than a papparazi. Tapi pekerja infotainment yang bagaimana? Yang tidak menghargai hak orang azasi orang, yang suka memaksa, dan yang tidak mengerti etika jurnalisme sesungguhnya, yaitu harus balance, fair, impartial, factual/ accurate dan informatif. Contoh soal kasus perceraian Niki Astria, If you are in her shoes, apakah kamu rela mobil mu digedor-gedor dan dipaksa bicara, padahal kamu tengah menghadapi suatu proses perceraian yang menyakitkan?

Tetapi membaca uraianmu, I am sure that u can be one of good tv jurnalists in Indonesia one day. But only time will tell! Saya melihat kreativitasmu dalam membuat blog, dan bahasamu yang lugas. Keep learning and seeing you surrounding. Improve urself as u r now lucky to have good and professional peers in "UNIK" such as Ratna Komala, Denny Yuriandi, Yaskur, etc.....Belajarlah dari mereka! All the best and good luck for you, smoga bisa jadi the next "ira kusno"!

Salam,

tuhu said...

Hmmm you are very strong woman yahh dan sangat fokus.... Great...

Anonymous said...

Infotainment?

Hwak. Maap ya Ra, saya termasuk satu orang yang suka mencaci maki wartawan infotainment sebelum baca tulisan kamu... tapi setelah baca tulisan ini saya jadi punya satu kesimpulan:

"They're just doing their job"

Semoga kamu bisa jadi jurnalis yang benar-benar andal di kemudian hari!

Baca Juga Yang Satu Ini

Pesta Mandi Bedak , Puncak Perayaan Tahun Baruan Kampung Tugu Yang Tak Kalah Seru Dengan Festival Songkran di Thailand

Tahukah Anda, di ujung utara Jakarta, ada sebuah kawasan yang merupakan kampung Kristen tertua di Jakarta dan juga di Indonesia?  ...