MY 1st "REAL" PUBLICATION : Ludovic Hubler - Keliling Dunia Bermodal Jempol


MY 1st "REAL" PUBLICATION :
Ludovic Hubler - Keliling Dunia bermodal Jempol

“Semakin banyak bertemu orang, semakin aku belajar banyak hal, dan juga tentang diri sendiri” (Ludovic Hubler)

Bermimpi keliling dunia? Kenapa nggak????
Asalkan ada kemauan....siapapun dapat mewujudkan impian berkeliling dunia, walau tanpa uang sepeserpun untuk biaya transportasi!!

Baca cerita lengkap tentang Ludovic Hubler, The Globe Trekker, di tulisanku ,
LUDOVIC HUBLER : BERMODAL JEMPOL KELILING DUNIA, di majalah INTISARI edisi Desember 2006. Atau silahkan klik disini.


Sinopsis: Ludovic Hubler, pria prancis berusia 29 tahun telah membuktikan bahwa ia bisa berkeliling dunia dengan cara HITCHHIKING, tanpa keluar uang sepeserpun untuk biaya transportasi. Bermodal acungan jempol (bukan modal dengkul seperti ulah para bonek yang sering bikin puyeng Pak Menpora), ia berhasil menyambangi hampir separuh permukaan bumi, termasuk Indonesia. Melakukan perjalanan keliling dunia dgn hittcchiking adalah sekolah kehidupan terbaik baginya untuk belajar Kesabaran, Kegigihan, Diplomasi, Negosiasi, dan Kerendahan hati.
*Ludovic Hubler (www.ludovichubler.com)adalah salah satu orang yang punya pengaruh besar dalam menginspirasiku utk mewujudkan "mimpi-mimpi" . Dan tulisan pertamaku yang dipublikasikan ....adalah salah satu impianku yang akhirnya bisa terwujud!

Belajar Kehidupan dari INFOTAINMENT : Sebuah Refleksi


BELAJAR KEHIDUPAN DARI INFOTAINMENT:
SEBUAH REFLEKSI

Life is not a restaurant but a buffet, stand up and help yourself (Dominique Glocheux – sastrawan Prancis)

Hampir tiga tahun aku menjalani profesi sebagai wartawan, yang memang sejak dulu selalu menjadi cita-citaku. Namun, menjadi wartawan infotainment adalah tugas yang aku rasa paling berat. Atas nama uang (yang waktu itu sangat kuperlukan untuk biaya kuliah ), setahun lalu aku bersedia bergabung di sebuah stasiun TV dan bersedia ditempatkan di bagian infotainment – hal yang sangat asing bagiku saat itu .

Ternyata, menjadi seorang wartawan infotainment tak semudah yang aku kira . Bukan saja tugas-tugasnya yang memang berat (seperti mengejar-ngejar artis, sampai nongkrongin rumahnya semalam suntuk), namun lebih dari itu, sebagai wartawan infotainment aku seringkali harus menghadapi pandangan sebelah mata dari berbagai penjuru.

Aku sendiri sering mengalami bagaimana dianggap sekedar ‘pemburu gosip’, tak hanya oleh sebagian narasumber (yang seringkali namanya malah makin ngetop karena diberitakan infotainment), masyarakat, teman-teman, hingga rekan seprofesi wartawan (yang bukan wartawan infotainment). Walaupun infotainment sudah diakui keberadaannya oleh PWI, nyatanya aku seringkali dihadapkan kenyataan tak dianggap sebagai seorang "Jurnalis". Seolah-olah wartawan infotaiment adalah warga kelas ke sekian dalam profesi jurnalistik. Belum lagi aku juga harus siap untuk tebel muka saat berada di ruang kuliahku, dimana dosen dan teman-teman sekelas seakan 'meremehkan' pekerjaanku. Sangat menyesakkan dada bila sudah berusaha sekuat tenaga untuk berkarya, tapi selalu mendapat respon negatif dari orang lain. Terus terang, keadaan seperti ini sempat membuatku nyaris patah arang.

Yang membuatku tetap ‘berjuang’ adalah dukungan dari keluarga serta kepercayaan yang diberikan oleh Produserku (she really is a great leader!). Dari bosku tersebut, aku belajar untuk fokus dan konsisten terhadap suatu pilihan hidup, tanpa perlu memusingkan penilaian orang lain. Perlahan, aku mulai terbiasa dengan ‘status’ku, dan berusaha untuk ber 'damai'. Damai dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarku. Bahkan saat terjun di infotainment, aku malah merasa mendapat banyak "ilmu", baik dari seluk beluk berita yang aku tangani, ataupun dari sesama rekan wartawan infotainment (yang banyak dari mereka ternyata adalah orang-orang hebat, baik dari segi kecerdasan intelektual ataupun kecerdasan spiritual). Namun untuk meminimalisir imej ‘tukang gosip’, aku berusaha menghindari ngegosipin sesama rekan kerja, baik di kantor ataupun di lapangan. Lagipula diluar itu, jadi wartawan infotainment pun banyak enaknya. Nonton konser dan pertunjukan gratis, diundang launching film/ album/ buku terbaru, datang ke acara-acara bergengsi, sampai diajak jalan-jalan oleh si artis, siapa sih yang nolak??Hehehe

Saat ini, aku tak tak lagi bertugas di infotainment dan kuliahku pun sudah selesai (Thanx buat infotainment yang sudah "membayarkan" uang kuliahku). Namun dari pengalaman menjadi wartawan infotainment, aku belajar untuk membuka mata - hati dan fikiranku dengan seluas-luasnya. Aku telah memilih jalan hidupku sebagai seorang wartawan dengan kesadaran penuh. Ketika ditempatkan di infotainment itulah aku merasa di uji kesungguhan, komitmen, serta kecintaanku terhadap profesi yang aku pilih .

Satu tahun di infotainment bagaikan "sekolah kehidupan" yang menjadi titik balik bagiku dalam memandang hidup yang tak hanya dari satu sisi, dan mudah-mudahan dapat menjadi pendewasaan diri. Secara mental dan spiritual, aku merasa lebih berkembang dibanding satu tahun ke belakang. Aku pun kini berusaha untuk menilai orang lain secara lebih manusiawi, tak peduli apakah jenis pekerjaan, pendidikan, jabatan, atau berbagai status yang menjadi embel-embelnya. Setidaknya kini aku memahami makna kata-kata seorang bijak: Bahkan dalam situasi terburuk seperti apapun, kita harus selalu berpikir positif untuk mencari sisi baiknya.

Sept 06

INFOTAINMENT : (Tak) Melulu berisi gosip??




INFOTAINMENT : (Tak) melulu berisi gosip? *

Infotainment disuka banyak orang, walau sering pula dihujat. Apakah selama masyarakat masih senang bergosip, infotainment akan tetap bertahan di televisi kita?

Imej acara gosip memang terlanjur melekat pada tayangan Infotainment. NU sampai perlu mengeluarkan fatwa haram terhadap isi/ content (bukan product secara keseluruhan) infotainment yang bersifat ghibah dan membuka aib orang. Walaupun fatwa akhirnya juga ditujukan kepada seluruh media, namun infotainment ternyata lebih banyak disorot para kritisi.

Sampai saat ini, kritik tajam masih terus dilontarkan terhadap infotainment yang sering dinilai sebagai tayangan murahan dan tak berguna. Ariel Heryanto di harian KOMPAS pada kolom Asal Usul (20/9/06), bahkan menganggap para penggemar infotainment tidak tertarik pada acara yang lebih “cerdas” atau “berbudaya”. Ia “mensejajarkan” para penggemar tayangan ini dengan penabur ranjau paku di jalan-jalan umum di ibu kota.

Saya pun sempat memandang infotainment dengan sebelah mata, hingga akhirnya harus terjun langsung sebagai wartawan infotainment. Setidaknya pengalaman satu tahun berjibaku dengan dunia infotainment, cukup untuk ’membukakan’ sebelah mata saya akan jenis tayangan yang namanya secara terminologi masih diperdebatkan ini.

Infotainment : (Tak) Melulu gosip?
Isu selingkuh, kawin cerai, hingga perseteruan hubungan keluarga memang kerap menghiasi layar infotainment. Persoalan yang dianggap aib keluarga ini, memang acap kali diobok-obok sedemikian rupa hingga menjadi heboh. Di satu sisi, berita selingkuh, cerai, dan hal-hal bombastis lain yang menghiasi infotainment memang dapat menghasilkan rating tinggi. Namun di sisi lain, berita-berita itu ’menguntungkan’ selebritas yang menjadi obyek. Sangat banyak selebritas yang namanya belum terlalu tenar, ataupun yang popularitasnya menurun, mengalami kenaikan pamor karena menjadi bulan-bulanan infotainment. Setelah kasus reda, mereka semakin laku di berbagai acara di televisi, bahkan menjadi bintang iklan. Apabila tidak hati-hati, paradoks Bad News is a Good News seperti ini bisa menjadikan infotainment sebagai ”alat” oleh siapapun.

Di luar hal itu, Infotainment ternyata tak melulu berisikan berita negatif. Berbagai kiprah para public figure di jagad hiburan ( album/ film/sinetron baru, gelar konser/berbagai prestasi dan penghargaan), luar jagad hiburan (aktivitas sosial, aktivitas rohani), hingga hal-hal yang terlihat remeh temeh (ulang tahun, pacaran, menikah,dan sebagainya) sering wara wiri disana. Infotainment bahkan bisa mengangkat berbagai kalangan seperti olahragawan, akademisi, politisi, ustadz, penulis, pengacara, hingga paranormal menjadi seleb. Jenis tayangan yang isinya amat sangat campur aduk seperti ini belum ada pada televisi di negara-negara Asia, bahkan pada saluran E-Channel.

Apabila diamati secara proposional, tanpa embel embel preseden buruk, infotainment memiliki banyak sisi positif yang bermanfaat bagi publik, terutama untuk menyampaikan informasi bersifat updating. Infotainment cukup tanggap dalam merespon peristiwa yang menjadi isu nasional seperti wabah flu burung, kenaikan BBM, pro kontra hasil Ujian Nasional, bencana gempa, dan sebagainya. Untuk itu, layar infotainment menghadirkan wawancara selebritas yang terkait langsung dengan peristiwa tersebut dengan dilengkapi pendapat para ahli dan pakar yang berkompeten.

Bahkan kemunculan selebritas yang terkait kasus kriminal (baik sebagai pelaku ataupun korban) di infotainment, dapat memperingatkan masyarakat untuk waspada. Artis Ulfa Dwiyanti yang jadi korban penipuan undian yang dilakukan seorang oknum pegawai hypermarket ternama, adalah salah satu contoh. Kalau diperhatikan tayangan khusus berita kriminal pun saat ini mengalami kecenderungan untuk mengekor infotainment, dengan mengangkat kisah-kisah para artis yang pernah terlibat kasus kriminal.
Disadari atau tidak, Infotainment dapat dijadikan sarana sosialisasi dan edukasi. Dari hasil ngobrol-ngobrol dengan kalangan pelajar/ mahasiswa, karyawan, ibu-ibu rumah tangga, pekerja rumah tangga, bahkan para pedagang di pasar, saya mendapat informasi bahwa mereka mengaku infotainment membuat mereka ngeh dengan keberadaan UU Anti KDRT, RUU Anti Pornografi & Pornoaksi yang kontroversial, atau UU Kewarganegaraan yang baru direvisi. Padahal kita tahu, di Indonesia ini UU/ RUU dalam apapun bentuknya kurang tersosialisasi dengan baik di berbagai lapisan masyarakat .

Para selebritas lokal yang menjadi duta-duta juga cuma bisa didapati di layar infotainment. Kegiatan seorang artis ABG seperti Marshanda sebagai duta lingkungan hidup, atau Ferry Salim sebagai duta UNICEF di Indonesia mungkin tak memiliki news value di program berita sekelas Liputan 6 atau Seputar Indonesia. Berbagai kampanye yang dilakukan celebrity seperti Gerakan anti narkoba dan HIV AIDS rasanya pun cuma bisa dilihat di infotainment. Apa yang dilakukan para selebritas tersebut, mungkin tak akan membuat suatu perubahan, namun melalui paparan infotainment, setidaknya dapat meningkatkan kesadaran para pemirsa akan berbagai wacana. Organisasi sebesar PBB saja mengangkat Artis Hollywood Angellina Jollie sebagai duta UNHCR. Dalam proses komunikasi, Celebrity Endorsement seperti ini dapat ’membumikan’ pesan yang ingin disampaikan.

Sudah umum diketahui, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, karenanya televisi lebih diandalkan sebagai media pemberi informasi. Effendi Gazali di harian KOMPAS (12/08/06), mengatakan untuk mendapatkan informasi bersifat updating di televisi, tidak semua orang menyukai acara parodi politik. Namun, perlu dicatat pula, dalam kondisi masyarakat indonesia yang sangat majemuk dan tingkat media literacy yang dinilai rendah, tidak semua orang menyukai berita formal, dialog ataupun talkshow untuk mendapatkan informasi yang updating. Saat ini, infotainment yang memiliki. kekuatan pada audio visual bisa dijadikan pilihan. Setidaknya sebagai salah satu strategi marketing, packaging infotainment yang dihiasi wajah-wajah ”bening” para selebritas/ presenter yang eye catchy serta iringan ilustrasi musik yang ear catchy, membuat perhatian pemirsa lebih nyantol.

Infotainment: Sampai kapan terus bertahan?
Walau banyak berisi hal positif, infotainment memang lebih dikenal dengan isi yang berbau negatif seperti cerai, selingkuh, serta pengungkapan aib. Hal ini seakan-akan menjadi akar kejahatan (root of evil) yang selalu ditimpakan kepada infotainment.

Hal ini bagai nila setitik yang merusak susu sebelanga. Bahkan, ekses negatif ini juga menimpa para pengelola dan pencari berita infotainment. PWI memang sudah mengakui keabsahan para wartawan infotainment, namun kenyataanya berbagai media masih menyebut mereka sebagai pekerja (=bukan wartawan).

Perlu dicatat bahwa saat ini infotainment sudah banyak diproduksi langsung oleh News Departement di Stasiun-stasiun Televisi. Dengan begitu keabsahan ‘status’ wartawan bagi para pencari beritanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun sekalipun infotainment diproduksi oleh Production House, banyak pencari berita yang bekerja sesuai kode etik jurnalistik. Terlalu naif rasanya bila menilai status kewartawanan hanya dari institusi yang menaunginya. Toh saat ini di berbagai belahan dunia, keberadaan Citizen Reporter dan Jurnalisme orang biasa semakin diakui. Apabila yang dipermasalahkan adalah cara kerja pencari berita infotainment yang dinilai tak sesuai koridor jurnalistik (seperti memaksa narasumber untuk berbicara), semestinya penilaian tersebut tidak disamaratakan kepada yang lainnya. Wartawan politik, wartawan kriminal, dan lainnya pun mungkin pernah berbuat kesalahan seperti itu. Di luar semua itu, hendaknya jangan dilupakan bahwa banyak orang-orang yang bekerja berdasarkan koridor jurnalistik yang benar dalam menghasilkan sebuah infotainment.

Lalu, apakah koridor dan kode etik jurnalistik saja sudah cukup? Satu hal yang harus selalu diingat adalah tanggung jawab moral terhadap publik. Seandainya harus memberitakan berita perceraian pun, tak perlu diobok-obok dengan membeberkan kelainan seksual, pelet ”celana dalam”, atau aib seputar tempat tidur. Wartawan dan pengelola infotainment dapat saja berdalih hal-hal tersebut adalah fakta, namun hal-hal ini tak layak untuk diungkap kepada publik.

Sebagai tayangan informatif yang ’menguntungkan’ (biaya produksi relatif rendah, rating tinggi, pemasukan iklan banyak), infotainment yang merupakan perpaduan karya jurnalistik dan artistik, idealnya juga bisa menjadi tontonan yang ”berkelas” . Jangan sampai infotainment terus dinilai sekadar ”tempat” untuk bercerai seperti selorohan .......Bersatu kita teguh, Bercerai kita di Infotainment!

24 Agustus 06
* Sekadar Catatan kecil dari seorang yang pernah jadi wartawan infotainment.



PAHLAWAN YANG TERLUPAKAN

PAHLAWAN YANG TERLUPAKAN

Ini adalah sebuah video pendek buatanku (durasi: 5 menit). Untuk menyaksikan, klik disini
atau disini

Ide Cerita/ Juru Kamera : IRA LATHIEF
Editor / Narator : Giovanni Rainanto

Sinopsis: Setiap orang punya pahlawan versi masing-masing. Bagiku, sosok Jasiun, seorang tukang sampah yang bekerja ganda sebagai satpam di lingkungan rumahku adalah pahlawan sejati. Ia bekerja mati-matian siang malam, dengan upah sangat minim, tanpa banyak mengeluh. Padahal jasanya sangat diperlukan orang banyak. Sayangnya, orang-orang seperti Jasiun seringkali terlupakan. Sosok Jasiun bagaikan sang Surya ; Bekerja tanpa bersuara, tapi dapat berbuat banyak bagi sesama....

-16 Agt 06-

SUSAHNYA JADI RATU SEJAGAT


SUSAHNYA JADI RATU SEJAGAT..!!

Gimana reaksi Anda saat berada di negri tetangga dan ada seseorang yg bertanya : “Apa di Indonesia ada Es Krim??? “”
(Mo marah gak seeh!! Busyeeet ….emangnya Indonesia negara yg orang2nya idup di zaman batu……..!!! )

Mungkin seperti dugaan banyak orang…akhirnya Nadine Chandrawinata gagal jadi Ratu Sejagat, bahkan nggak bisa masuk 20 besar! (Ratu Sejagat bukannya Vonny Sumlang….atau Mulan Kwok??). Berita-berita di media dan komentar yang banyak beredar memang meragukan kualitas dan kelayakan Nadine menjadi ‘wakil’ Indonesia dengan penilaian: bahasa inggris yg blepotan, tingkat kecerdasan yg minim, muka yg terlalu bule, dan segala kritik lainnya.
Faktor-faktor itulah yang sering dianggap menjadi penyebab kekalahan Nadine dan bahkan hingga kini sering dijadikan bahan ‘olok-olok atau ’lelucon'.
Well, tiap orang bebas kasi pendapat. Tapi, saya pribadi sih tidak sependapat dengan opini-opini itu. Gimanapun, Nadine udh berbuat sesuatu buat Indonesia.

Kalo ajang Miss Universe (dan Miss-Miss an....mimisan??! lainnya) dianggap ‘menjual’ fisik wanita, yah maklum aja namanya juga ajang ratu-ratuan. Udah dari sononya koq, manusia suka segala sesuatu yang indah-indah. Kalau mau adu kepinteran, yah bukan disitu tempatnya. Sementara ada juga lomba yang ‘menjual’ fisik pria dan diikuti wakil dari Indonesia (apa yah namanya?...Ajang L-Men kalo ga salah), tapi koq di Indonesia ga diributin. Lagipula kalau di dunia ini cuma ada lomba pinter-pinteran atau lomba kuat-kuatan (senjata), gak seru kali ye.....

Terlepas dari pro dan kontra ttg keikutsertaan Indonesia di ajang Miss Universe yang selalu bikin heboh tiap tahun itu , kontroversi mengenai Nadine mengingatkan saya kembali dengan anggapan Tommy Pratama, bos Original Production tentang lemahnya Public Relations Indonesia di luar negri.
Pada suatu wawancara, Promotor Musik yg udh ngedatengin band-band legendaris seperti Air Suply, Scorpion, dan lain lain itu mengeluhkan betapa sulitnya saat ini mengundang musisi mancanegara untuk manggung di Indonesia. Kebanyakan mereka takut dan nggak percaya dengan keamanan disini. Akhirnya band sekelas Coldplay pun ga mau ‘melirik’ Jakarta meski mereka menggelar konser di Singapura (yang ironisnya sebagian besar penonton berasal dari Indonesia).

Namun pada saat grup Toto (akhirnya mau) datang lagi ke Indonesia belum lama ini, ia merasa sangat terharu dengan komentar para personil Toto. Kira-kira begini komentar mereka : “ Gila yah, berita tentang Negara kamu di luar tuh jelek sekali, pas kita dateng kesini ternyata beda banget. Kamu adalah Public Relations yg baik buat Negaramu. Harusnya Indonesia berterima kasih buat orang-orang kayak kamu. Walaupun ada isu terorisme, travel warning, dan segala macem, tapi kamu berhasil ngeyakinin kita buat datang kesini”

(JANGAN) SELALU SALAHKAN NADINE
Kembali ke Nadine, di ajang Miss Universe itu mungkin saja dia udah berperan sebagai Public Relations (PR) yang baik untuk Indonesia, walaupun bukan wakil resmi negara (iya lah…la wong pemerintah kita kan gak pernah ngakuin udah mengirim dia). Tapi dengan kapasitas dan segala keterbatasannya, banyak sisi positif dan ‘kecerdasan’ Nadine yang luput dari pemberitaan ramai. Contohnya pada wawancara di program berita salah satu TV Nasional, Miss Lebanon, Gabrielle Bou Rached, mengakui, Nadine adalah peserta pertama yang mendatangi , menghibur, dan menyemangatinya saat Lebanon mulai diserang Israel. Miss Lebanon yg kerap terlihat sedih saat karantina berlangsung, cukup kaget kenapa Nadine bisa tau peristiwa itu. Tau apa jawaban Nadine saat itu? Di Indonesia juga baru terjadi gempa besar. Karena negara kita saat ini sama-sama sedang tertimpa musibah, jadi saya merasakan kesedihan yang kamu rasakan.
Koq bisa ya, saat itu Nadine tetap tegar jadi ‘wakil’ Indonesia yang lagi kena banyak musibah, terlebih lagi dirinya dilecehkan bertubi-tubi di negri sendiri. Hanya orang-orang yg bermental baja yg mampu bertahan di situasi begitu! Untung aja Nadine nggak sesumbar komentar kayak gini: Musibah terbesar di Indonesia adalah banyak koruptor merajalela! Dari mulai pejabat, aparat, sampai orang-orang yang nilep duit sumbangan bencana….!
Walaupun setengah bule, di ajang itu Nadine juga dengan bangga mengakui bahwa tanah air dan jiwanya 100% indonesia (bayangin….udah dicaci maki bertubi-tubi di ‘tanah air’ nya…….masih juga bangga!) . Bahasa inggris Nadine yg dinilai pas-pasan (hanya karena insiden…Indonesia is a beautiful city ) juga kurang tepat kalo dijadiin faktor kegagalannya. Yang namanya salah ngomong , kan bisa dialamin siapa aja, dan mungkin ada alasan dibalik kekhilafan itu.

Sebelum ajang puncak Miss Universe, Antara News pernah memberitakan bahwa Nadine banyak disukai dan diunggulkan oleh sesama peserta. Sedangkan setelah pemilihan Miss Universe berakhir, suatu suratkabar nasional juga pernah memberitakan, walau mengaku cukup sedih tidak bisa masuk 20besar, Nadine merasa senang karena mendapat teman dari berbagai negara di ajang itu. Keinginannya selama ini untuk mendapat teman dari benua Afrika juga akhirnya terpenuhi karena ada beberapa peserta dari Afrika yang menjadi teman dekatnya dan itu dan menurutnya itu adalah kesempatan yang sangat langka.

See….. Dari berita seperti itu sebenarnya kita bisa menilai bahwa bahasa inggris Nadine ga jelek-jelek amat (hal yang semestinya dimaklumi, mengingat ia berdarah 50% Indonesia). Buktinya ia bisa bersosialisasi dan bergaul dengan peserta lain, dan rasanya mustahil mereka ngobrol menggunakan bahasa tubuh.. Sementara diberitakan kemenangan Zuleyka Rivera Mendoza yang berasal dari Puerto Rico sebagai Miss Universe 2006 juga cukup mengagetkan banyak peserta lain mengingat bahasa ingris Zuleyka yang sangat minim. Kalau Zuleyka saja bisa menang....apakah bahasa inggris menjadi faktor penentu di ajang itu??? Rasanya tidak.

Saya jg kurang sependapat dengan anggapan yang menilai (seolah-olah) ada korelasi antara kondisi fisik dengan tingkat intelegensia seperti : “Cantik-cantik koq bodoh”….. Bahkan beberapa kawan pria pernah berujar : “Emang betul yah….wanita yang diciptakan sempurna
(= dalam hal ini Nadine), belum tentu otaknya berisi.”

Please deh, saya koq ngerasa itu adalah pernyataan yang naif karena sangat diskriminatif gender. C’mon guys….emangnya kalo kamu kebetulan dianugrahi tampang seganteng Tora Sudiro dan punya bodi L-Men….rela gak kamu dinilai ga punya otak hanya berdasarkan fisik???? Well….Kalo saya sih, kalo ngeliat cowok yang ‘hampir sempurna’ (muka ganteng, bodi six pack, apalagi tajir!) , yg pertama terlintas di fikiran adalah: “ Dia gay gak yah??? “ :p

Bukankah ‘Isi kepala’ orang gak bisa kita ukur hanya dari tingkat akademis atau intelegensia?? Toh….masih banyak ‘kecerdasan’ lain yang bisa menunjukkan bahwa seseorang ‘berisi’. Ilmu psikologi modern pun saat ini sudah mengakui adanya EQ dan SQ untuk mengukur kualitas seseorang berdasarkan tingkat kecerdasan emosional dan spiritual. Setelah lepas dari menara gading bangku sekolahan, dan masuk ke dunia nyata , kayaknya hal itu berlaku banget buat kita semua….iya gak sih???

Menurut saya, ‘kecerdasan’ Nadine adalah pada kemauan kuat, daya juang tinggi, sensitivitas, keluwesan, serta rasa cinta tanah air dan keindonesiaan yang besar. Dengan modal seperti itu, setidaknya ia bisa jadi Public Relations (PR) dalam memperkenalkan dan memberi informasi yang benar tentang Indonesia, minimal kepada para juri dan sesama peserta ajang Miss Universe.

Siapa tau aja berkat promosi Nadine, nantinya temen-temen Nadine yg cantik-cantik itu bakal sering berkunjung ke Indonesia….Atau dengan modal kecantikan Nadine (well….like it or not, it’s her bless), mungkin aja banyak pria-pria bule sono yang ‘terhipnotis’ (dari Donald Trump sampe Donald Duck!) dan menjadikan Indonesia sebagai pilihan utama untuk dikunjungi.
Meminjam ungkapan dari judul film pendek terbaru buatan LUX yang dibintangi para mbakyu cantik Tamara Blezinsky, Luna Maya, Mariana Renata, dll : Kecantikanmu adalah Kekuatanmu.
Istilahnya kira-kira gini: Don’t hate me, because I’m beautiful….! -> yang ini sih motto saya …..hehehe….mau muntah gak loe???!!!

NADINE KU SAYANG...NADINE KU MALANG
Ada baiknya kita berterima kasih dengan usaha orang-orang seperti Nadine. Kesuksesan dia di ajang itu kan gak harus dinilai dari setinggi apa prestasi yang bisa diraihnya. Tapi juga dari bagaimana proses dan perjuangan yang udah dia lalui. Di luar imej sarang teroris, negri korup, negri miskin yg penduduknya terbelakang, dan lain-lain, masih banyak orang yang nggak tau seperti apa dan bagaimana sebenarnya negri yang (katanya) kita cintai ini.
Emang sih tugas pemerintah kita buat jadi Public Relations (PR) yg baik di dunia internasional (kan itu udh kewajibannya..!). Tapi daripada ngeluh terus ama pemerintah, setiap orang kan bisa jd PR yg baik buat Indonesia, meski cuma punya andil sekecil upil ! Nadine udah coba memberi andil, walau kontribusinya nggak diakui di sana-sini. Padahal di dunia politik kita kenal People to People Diplomacy, sebagai alat diplomasi efektif. Atau sama halnya dengan Word of Mouth yang bisa jadi alat promosi efektif di dunia Marketing.

Anyway… menurut saya, setiap orang Indonesia, apakah itu yang berwisata, bekerja (termasuk para TKI yang menjadi buruh atau TKW yg menjadi Pekerja Rumah Tangga), belajar, menikah dan tinggal di luar negri , (bahkan punya kenalan atau gebetan orang asing yg dikenal dari friendster atau dunia maya…atau dunia lain), bisa menjadi PR nya negri ini di dunia internasional secara nyata, selama itu bisa ngebantu membangun citra Indonesia yang lebih baik.

Lalu bagaimanakah dengan kita sendiri???? Daripada cuma omdo (omong doang), bisakah kita memberi kontribusi walau ‘seupil’??
Rasanya sih tidak perlu ‘menyambut’ kepulangan Nadine dengan pemberitaan dan komentar negatif yang seakan memborbardirnya . Toh, semakin sering diomongin dan diberitakan, bukankah nama Nadine bisa tambah ngetop??? Kan dia juga yang untung tuh! (anyway….Bad News is a Good News!)
Tapi….seorang Nadine kan juga manusia, yang punya hati dan punya rasa. Udah kalah di ‘medan perang’, masa balik ke negaranya pun ia harus menghadapi cemoohan yang gak abis-abis!

Coba bayangin gimana kalo kita sendiri yg berada di posisi dia ??? Kalo jadi Nadine sih, saya lebih pilih ganti kewarganegaraan Jerman aja sekalian (toh sekarang UU kewarnegaraan udah direvisi kan!) !!….CAAAAPEK DEH!!

Well….tulisan ini bukan untuk membela Nadine dan bukan juga untuk menyerang siapapun. Ini sekedar opini pribadi dari hati dan ga ada pretensi apapun.

Si Sayah – Miss Understanding 2006

NB: Pertanyaan tentang “Es krim” di awal tulisan ini adalah kejadian nyata yg pernah saya alamin sendiri di Manila, Filipina.

-July30, o6-

HIDUPLAH DENGAN CINTA, DAN CINTAILAH HIDUP

HIDUPLAH DENGAN CINTA, CINTAILAH HIDUP
Namanya Ginan, ia teman masa kuliah. Bulan desember lalu yang memang bulan peringatan AIDS, aku sering lihat wajahnya “seliweran” di TV. Dia bukan public figure, apalagi seleb. Tapi bagiku, ia adalah seseorang yang luar biasa. Dengan berbesar hati , ia mau mengakui bahwa ia seorang penderita HIV kepada khalayak. Gaya hidupnya yang dahulu dekat dengan narkoba diakui Ginan sebagai penyebab ia tertular virus HIV.

Masih segar dalam ingatan, saat bareng ospek fakultas dulu, Ginan termasuk salah satu “banci tampil” dan jadi “seleb lokal”. Tapi masuk tahun ketiga, ia gak pernah nongol lagi di kampus. Bagai hilang di telan bumi, gak pernah ada yang tahu dimana ia berada.Yang sangat mengejutkan, tiba-tiba di penghujung tahun lalu, ia banyak muncul di media massa. Menurutnya, ia mengetahui telah tertular HIV sejak 5 tahun lalu. Artinya, saat itu Ginan masih berstatus mahasiswa . Dan waktu itu, aku gak pernah nyangka, ada teman se-kampusku yang terkena HIV.

Ketika akhirnya muncul di media massa, Ginan mengakui di awal-awal terdiagnosa mengidap HIV, ia memang menarik diri dari pergaulan karena merasa dunianya telah berakhir. Suatu reaksi yang sangat wajar. If I stood in his shoes, I’ d had been doing the same thing as he did. Kini, bagaikan seorang ksatria, ia membagikan pengalaman hidupnya sebagai ODHA di berbagai media massa. Tentu saja butuh keberanian yang luar biasa besar untuk melakukan hal ini. Gak hanya itu, ternyata Ginan juga telah melakukan berbagai upaya seperti membuat LSM yang peduli terhadap HIV. Semua itu adalah upaya untuk mengakampanyekan bahaya AIDS terhadap masyarakat.

Ada pelajaran yang menggugah dari seorang Ginan. Walau menderita HIV di usia yang masih sangat muda, Ginan telah melakukan banyak hal yang mungkin begitu berguna untuk orang lain. Sementara di usia yg sama dan dalam kondisi segar bugar, aku belum bisa memberikan banyak hal yang berguna untuk orang lain .

Aku merasa belum bisa berbuat banyak buat diri sendiri. Selalu aja ada sesuatu yang terasa "kurang", apalagi bila aku dihadapin masalah yang berat banget. Bisa aja masalah yang aku alamin mungkin belum seberapa dengan yang dialami Ginan. Padahal aku masih dianugrahi KESEHATAN, suatu hal yang paling berharga dalam hidup.Hidup memang tak pernah lepas dari masalah. Seberat apapun masalah yang dihadapi, kita harus tetap bangkit dan meneruskan hidup ini. Dan apabila kita dapat melakukan suatu hal yang berguna untuk orang lain, maka hidup ini akan lebih berarti. Seperti yang Ginan pernah bilang kepada pemirsa TV: “HIDUPLAH DENGAN CINTA, DAN CINTAILAH HIDUP”

-Januari 06-

DON'T KNOW WHAT I'VE GOT TILL ITS GONE

"Dont know what i've got till it's gone..."
Satu setengah tahun yang lalu Mama ku pergi menghadap Tuhan. Sangat banyak hal2 yang belum sempat aku sampaikan kepadanya....

"Ma...akhirnya ira diterima kerja...ini berkat doa Mama"
"Ma...ini gaji pertama ira ...semuanya hadiah buat Mama aja"
"Ma...ira bentar lagi dapat bonus ..nanti gajian kita jalan-jalan ya"
Juga, pada saatnya nanti, tak bisa lagi aku sampaikan kepadanya...
"Ma...kenalin, ini calon suamiku..."
"Ma...mohon do'a restunya, ira mau menikah..."
"Ma...ini cucu Mama, ajarin ira jadi ibu yang baik seperti Mama ya..."

Arti seorang ibu seperti udara bagi kehidupan manusia. Begitu besar arti kehadirannya... namun seringkali kita tidak menyadari....
Sampai saat kita harus kehilangannya!

1 Agt 05, 11.54pm

Baca Juga Yang Satu Ini

Pesta Mandi Bedak , Puncak Perayaan Tahun Baruan Kampung Tugu Yang Tak Kalah Seru Dengan Festival Songkran di Thailand

Tahukah Anda, di ujung utara Jakarta, ada sebuah kawasan yang merupakan kampung Kristen tertua di Jakarta dan juga di Indonesia?  ...