ARE YOU HAPPY TODAY??


ARE YOU HAPPY TODAY?(NostalGILA krisis seperempat baya)

“ Jangan rancu dalam memperlakukan hidup dan pekerjaan, karena pekerjaan hanyalah salah satu episode kecil dari kehidupan” (Anna Quindlen, Penulis )

Pertanyaan berikut ini pernah diajukan kepadaku:

“Pernah gak sih loe ngerasa boseen dengan kerjaan, ampe bikin idup loe sengsara? “

"Pernah gak sih loe dilanda krisis kehidupan yg bikin idup loe jd hampa?"


Jawabanku:
Saya Pernah. Saya juga. Saya MINUM DUA ! :)

Sebagai seorang lajang (bermata jalang), bukan berarti hidupku selalu happy-happy aja, ga pernah dilanda krisis apalagi krismon (krisdayanti montok??). Kalaupun wajahku terlihat sumringah, bukan berarti hidupku ga pernah resah dan gelisah (geli..geli basah?) dilanda masalah. Kalaupun senyumku sering tersungging, bukan berarti kepalaku ga sering pusing ampe nungging-nungging.

Aku pun pernah sekian lama dilanda krisis yang bikin gairah hidup menipis .
BEGINI CERITANYA ..(diucapkan jumawa ala presenter KISMIS)*woi-garing-abis*
Quarter Life Crisis : Saat Kehampaan Itu DatangDulu aku gak pernah tau apa yang dimaksud Quarter Life Crisis, sampai saat ditugaskan mewawancarai Happy Salma - si artis muda nan sexy- di penghujung tahun 2005 tentang new year resolutions. Happy kelihatan bimbang, bahkan mengaku ga punya resolusi baru untuk tahun yang baru. Berbeda dengan namanya, saat itu aura kegembiraan memang tak tampak di wajah gadis ini (Gadis? sok tau ye…).

“Sebenarnya saya ga punya rencana yg pasti untuk setahun ke depan. Gak tau yah.. belakangan ini saya sering ngerasa gak yakin dengan tujuan hidup sendiri.. Mungkin karena saya lagi dilanda krisis hidup seperempat baya kali ya…” begitu Happy beralasan.

That was it!! Saat itu aku menyadari persamaan antara diriku dan Happy. Bukan karena lekuk badan kita yang mirip (body-nya mirip angka 8, dan body-ku mirip angka 0), tapi karena “kehampaan” yang sama-sama saat itu kita rasakan.

Padahal di usia mencapai seperempat abad, aku sudah mendapatkan banyak hal yang kuinginkan. Saat itu, aku sudah berhasil bergabung dalam “nama besar” dengan penghasilan lumayan besar (pasak daripada tiang). Tapi saat itu duniaku terasa menyempit. Pikiranku jadi tulalit. Bukan karena ritseleting celanaku sering kejepit akibat perut semakin membuncit kebanyakan selulit, tapi karena kehampaan yang begitu menghimpit.

Ketika masih “ber-status” mahasiswa di Jurusan HI (Hubungan Intim), hidupku memang berwarna dan bergairah. Dompet Adem Ayem; Kegiatan Macem-macem; Pacar Setia bikin hati tentrem ; Temen2 jumlahnya bejibun; Penggemar Apalagi :) Saat itu aku punya banyak rencana setinggi langit, salah satunya menjadi Istri Diplomat (apakah ini cita-cita yg cukup tinggi??? ).

Tapi nyatanya…..saat mencapai usia seperempat abad, semangatku tersisa senin-kemis; Dompet kembang kempis; Kegiatan sejenis (kerjaan + kerjaan lagi + laGILAgi kerjaan!!) ; Pacar kosong kronis; Temen2 udh berkeluarga harmonis; Penggemar Apalagi :( Jangankan rencana hidup setinggi langit, rencana sekolong jembatan aja aku ga tau!

Sebagai seorang pengagung kebebasan dan pencinta pria(!), dari dulu aku menginginkan karir yang bisa memberikanku kesempatan berpetualang (cinta). Karenanya kupilih bekerja sebage seorang juru kabar a.k.a kuli tinta. Tapi di tahun-tahun pertama bekerja, statusku sebagai kuli tinta sering tak diakui karena tergabung di “tempat-tempat-yang-dianggap-tak-ternama”. Tahun demi tahun kutentukan target, kutetapkan strategi, kumantapkan langkah, hingga bisa sampai di “tempat-yang-dianggap-sangat-ternama”. Tapi setelah itu, statusku sebagai kuli tinta malah semakin diragukan karena ditempat ini semua beritaku hanya berkutat dengan dunia keartisan.

Berbagai keramaian yang kerap kudatangi karena tuntutan kerja tak bisa membuat diriku nyaman. Bahkan di tengah keramaian, aku sering merasa kesepian. Then I realized I was not happy with my life! Apa yang salah dengan diriku? Ada apa dengan hidupku? Ada Apa Dengan Cinta? Sepi dan Sendiri …Bosan aku dengan kesunyian. Kulari ke hutan dan berlari ke pantai. Kenapa tak pecahkan saja gelasnya biar gaduh…. (loh…ini sih puisi Dian Sastro di film AADC!)

Dan aku berusaha mencari jawabannya melalui berbagai cara yang “menjanjikan’ kebahagiaan. Berbagai pelatihan self-healing seperti metode yoga, hipnoterapi, bioenergi, meditasi, ampe energi-terasi-basi (emang ada?) telah kucoba. Bermacam bahan bacaan pencerahan seperti buku motivasi, primbon, hingga stensilan (?) telah kulihat (dilihat doang?? kagak dipraktekin??). Semuanya itu menganjurkan kesamaan menuju kebahagiaan, yaitu Kenali diri Sendiri (Knowing your self and Knowing your potential) dan Selalu Berpikir Positif . Ah, kedengaran klise! Pertama…udah jelas dong aku kenal dengan diriku (secara udh puluhan tahun hidup getu loh…!). Kedua, bagaimana mungkin aku bisa selalu berpikir positif.....sedangkan membaca saja aku sulit ….

Penunjuk Jalanku Menemukan KebahagiaanKalau otak terlanjur dangkal, hati kadung bebal, pikiran negatif terlalu menggumpal dan lemak semakin menebal, saran sebagus apapun pasti mental. Tapi ketika dikondisikan oleh keadaan yang membuatku merana seperti ditampar-dijenggut-dicengkeram-ditendang-abis-abisan-layaknya adegan-kekerasandalamrumahtangga-di-sinetron-religi, barulah aku diharuskan berpikir.

1. Need Vs Want= Mana yang aku pilih??Suatu kali aku ditugaskan meliput artis Roy Marten yang ditahan di Polda karena kasus kepemilikan narkoba. Saat sedang BT (birahi tinggi??) seharian nunggu, tiba-tiba seorang rekanku Mentari (bukan nama sebenarnya) datang bersama Anna Maria, istri Roy. Ternyata hari itu Mentari sedang off dari jadwal kerja untuk menemani Anna. Yang lebih mengagetkan, Mentari tak malu mengaku kepada rekan-rekannya bahwa adiknya juga sedang ditahan di Polda atas kasus yang sama. Disitu aku takjub melihat keakraban Mentari dan Anna Maria. Kudapati betapa Mentari seorang yang penuh cinta kasih saat mau mengakui kepada orang banyak bahwa adiknya adalah seorang tahanan. Betapa kehadiran Mentari bagaikan cahaya yang menghangatkan orang-orang sepertiku yang hampir mati beku karena kedinginan.

Ketika itu, Mentari dan diriku sama-sama wartawan infotainment. Tapi, tak pernah aku dengar ia mengeluh karena beban tugas apalagi dipusingkan dengan cap pemburu gossip. Sementara, aku sering kesal saat status kewartawananku diremehkan. Akhirnya aku cuma mau menghubungi para artis untuk kepentingan rating, tanpa pernah berusaha memahami mereka. Di luar urusan liputan, aku malah balik memaki-maki mereka. Ternyata pikiran picik ini, membuatku tak bisa memaknai apapun yang kukerjakan, selain menjadi si pengeluh sejati. Belum lagi aku sering merasa sengsara karena hidupku begitu dikendalikan oleh jadwal shift (nasif) dan rating yang membuatku terbelenggu. Dengan sombongnya kuanggap proses yang harus dilalui saat itu tak akan bermanfaat apapun dalam perjalanan karirku. Jangan-jangan sebagai juru kabar, selama ini aku berkejaran dengan waktu bukan ingin mengabarkan kebenaran, tapi hanya untuk mendapatkan pengakuan???

I am indeed what i think. Begitu pikiranku terbelenggu dengan berbagai pikiran negatif, begitu pula hidupku benar-benar menjadi terbelenggu. Aku lupa memaknai tiap langkah yang harus kulalui, hingga mengabaikan tujuan sebenarnya dari profesi yang kujalani. The adventures, The Travel oppurtunities, Being the first to know about important things in this country, being able to attend amazing events as a member of the press......Bukankah itu semua yang sejak dahulu aku impikan?? Setelah semua kudapat, aku malah memusingkan anggapan orang, segala beban kerja yang tinggi, dan segala peraturan perusahaan yang bikin mumet. Jadinya hidupku begitu dikendalikan oleh pekerjaan ! Saat kerjaanku sedang enak….hatiku begitu senang!! Saat kerjaanku sedang enek…..aku lari ke om senang…eh hidupku begitu meradang!

Leonard, seorang Natural Healer, guru dan motivatorku pernah berkata , "Yang penting bukan pekerjaannya. Tapi bagaimana kita memaknai apa yang kita kerjakan. Cobalah lihat segalanya dengan indah, dan semuanya akan menjadi indah. Berdamailah dengan jiwamu yang indah, dan kau akan bisa melihat segala sesuatunya menjadi indah."

Appaan tuuuh? Kalo kata Jaja Miharja!!! Kalo kataku.....Sutra laah boo ...Klise amat sih sarannya!! Gak aplikatif!! Gak solutif!! Kagak ngerti.......

Malaikat penjagaku menimpali :
" Makanya udah dikasi otak tuh dipake! Jangan dipikirin bebannya mulu dong, pikirin aja duitnya! Udah untung masih ada orang yang mau menggaji !! Kalo gak mau disuruh-suruh, yah jadi boss aja bikin perusahaan sendiri getu loh!! Emang sampe kapan itu otak cuma dipake 1 persen??"


2. Kenalkah Aku dengan diri sendiri??Ada anggapan, untuk mengetahui orang baik, lihat saja dari kawannya. Orang baik itu disayang banyak orang dan punya banyak kawan dimana-mana. Pelita – seorang resepsionis berwajah rupawan, di tempatku bekerja dulu- adalah contoh istimewa. Sepengetahuanku, Ia termasuk karyawan yang sangat jarang mengeluh dan selalu memperlakukan semua orang sebagai kawan. Di “ruang kerjanya” yg begitu terbatas, dunia Pelita tampaknya begitu luas . Sering kujumpai Pelita dikelilingi berbagai orang , dari level office boss sampe office boys, yang sedang curhat masalah kerjaan disampingnya. Wajah yang selalu terlihat segar dan pribadi yang sangat ramah, membuat kehadiran Pelita seperti “lilin kecil” yang menyinari kegelapan. Padahal sebagai karyawan honorer yang harus berjuang dengan upah minim sambil menyelesaikan kuliah, mungkin persoalan hidup Pelita tak kalah rumit dari siapapun.

Kalau Pelita selalu terlihat segar dan ramah, aku selalu SEGAR (senantiasa GARANG) dan berkepribadian RAMAH (Rajin Marah-marah!!). Siapa juga yang betah berlama-lama dengan orang yang sering mengeluh dan melenguh seperti ini? Padahal sebagai kuli tinta, “Ruang Kerja” ku sangat luas dan tak terbatas , tapi aku malah merasa duniaku semakin menyempit. Memang begitu banyak orang yang kujumpai, tapi sebenernya aku gak tau apakah mereka benar-benar menganggapku sebagai kawan atau sekedar rekan kerja yang tak meninggalkan banyak makna. (istilahnya "kalo Loe ada syukur...kalo Loe kagak ada syukurin!"). Mungkin ini juga yang bikin orang bule sono membedakan terminologi friends (kawan) dan kenalan/rekan kerja (colleagues).

Seringkali setelah tugas liputan selesai, begitu saja kulupakan para narasumber dan orang-orang yang pernah membantuku dalam urusan kerja! Dan di luar urusan kerjaan, aku susah sekali meluangkan waktu saat ada yang membutuhkan! Seorang kawan pernah berkata, hal yang aku alami adalah wajar, karena pergaulan sifatnya seperti bentuk segitiga yang mengerucut kecil ke atas. Semakin usia bertambah, semakin sedikit jumlah kawan yang dimiliki. Benarkah?? Betapa sengsaranya hidup seperti segitiga, menjadi satu titik saat tiba dipuncak! I might be so lonely at the top!
Rasanya bertahun-tahun lalu aku punya banyak kawan yang mengelilingiku!! Kemanapun pergi, selalu ada kawan yang hadir untukku. Kemana kawan-kawanku sekarang??? Dimana mereka yang dulu selalu peduli padaku??Tunggu dulu...memangnya aku peduli dengan mereka?? Aku sendiri pun lupa kapan terakhir kali bersedia meluangkan waktu yang berkualitas untuk mereka-yang kuanggap kawan!! Di-SMS, aku males bales!! Di-telepon, aku pura-pura lagi miting (mijit kepiting!!)! Diundang acara apapun, aku jarang datang!! Aku baru mau menampakkan batang idung di pesta-pesta pernikahan (maklum, pengen hunting lekong sambil ngembat makan gratisan!). Tapi di luar itu, ntar dulu! Dengan dalih (sok) super sibuuuk, ada sejuta alasan untuk menghindar tiap kali mereka membutuhkan kehadiranku (Udah stress ama urusan kerjaan kaleee.... mendingan pilih molor dong!)

Dan ternyata ..life means nothing without friends!! Mungkin itulah yang bikin hidupku semakin kering . Rasanya aku ingin kembali ke masa lalu, saat hidupku penuh warna dengan kehadiran banyak orang yang membuatku istimewa sebagai manusia!! Malaikat Penjagaku kembali “mendampratku” kembali, “Ngapain sih ngebanggain masa lalu?? Yang penting kan hidup loe sekarang!!” Yah seharusnya lika liku dunia kerja bisa mendewasakan diriku, bukan malah mentransformasiku menjadi makhluk angkasa luar yang selalu merasa terasing dan kehilangan jati diri. Mungkinkah diriku memang tak lagi mengenali diri sendiri??


3. Kesuksesan seperti apa yang aku mau??Menurut Jennie S.Bev, seorang guru dan inspirator bagi banyak orang, kesuksesan itu adanya di pikiran. It is not a journey, nor a destination. It is already within you. Di ROTARACT CLUB sebuah organisasi sosial-kepemudaan, aku disadarkan bahwa hidup ini tak selebar daun kelor, cuma buat ngurusin kantor, molor, dan kolor. Di tempat ini pula aku bertemu orang-orang luar biasa dari berbagai profesi yang memberikan contoh nyata tentang Positive Attitude, yang selalu menularkan virus positif. Apapun jenis pekerjaannya, minumnya teh botol sosro…eh, apapun jenis pekerjaannya, mereka selalu terlihat antusias, penuh sukacita dan senang berbagi kebahagiaan.

Dari mereka aku melihat makna “kepemimpinan” sebenar-benarnya. Pemimpin sejati adalah mereka – Para Pencinta Kehidupan yang bisa memahami dan mengontrol dirinya sendiri serta mencintai setiap insan manusia. Kasih (itu julukanku) , seorang kawan di tempat ini adalah contohnya. Walaupun kondisi fisiknya kurang sempurna, ia selalu menunjukkan kegairahan hidup dan terlihat penuh kasih ke setiap orang hingga aura positif dirinya membuatnya selalu bersinar.




Sedangkan aku? Kalau diibaratkan kawanku Kasih bagaikan lampu Philips yang cahayanya terus terang-terang terus, diriku ini bagaikan lampu templok karatan yang cahayanya redup segan idup pun enggan. Semakin banyak hal yang kudapat, semakin aku merasa susah untuk dipuaskan. Bukannya malah menolong sesama, aku terus melolong dan merongrong seisi dunia! Bukannya murah hati dalam membantu, hatiku malah semakin membatu dan membeku!

Apalagi setiap kali terbebani masalah, selalu ada pihak lain yang kujadikan penyebab kesengsaraanku. Selalu ada pihak lain yang harus bertanggung jawab atas segala tumpukan kekesalan, cacimaki, dan birahiku (!!) Sekian lama badanku digerogoti dengan berbagai virus misuh-misuh bin brontok stadium akut. Seakan gak rela menderita sendirian, begitu cepatnya pula virus-virus ganas itu kutularkan dan kusebarkan ke sejagat raya. What kind of a human am I?? Maybe I am not a human, but a mutant! ? Mungkin diriku ini adalah Monster berpinggul besar yang siap melumat setiap manusia!! Ataukah aku ini cuma temennya bawang....cabe deh :)

Begini sindiran sinis Malaikat Penjagaku:
Jadi kalo loe ga pernah bisa ngerasa bahagia….itu salah siapa??
Trus kalo loe selalu sengsara karena urusan kerja …itu salah bos loe???
Trus kalo loe udah jadi bos tapi tetep sengsara...itu salah anak buah loe??
Trus kalo loe selalu ngerasa Indonesia penuh bencana…itu salah Presiden loe??
Trus kalo loe jd Presiden Amerika ngerasa dunia dilanda bahaya...itu salah negara lain?
Trus kalo loe ga bisa punya temen…itu salah gue??? Ehh...yg ini sih dialog Cinta di AADC lagee
4. Apa sih sebenernya tujuan hidupku??

Gloria- seorang nenek dari Panti Jompo berusia 65 th yang kujumpai pada kegiatan yang diadakan oleh orang-orang disini, adalah contoh luar biasa bahwa Success and Happiness is about Mindset. Semuanya berawal dari dalam jiwa dan pikiran. Saat semua manula ditempatnya terlihat seperti “mayat hidup”, namun Gloria terlihat sangat bergairah, bahkan jauh “lebih hidup” dibandingkan para manula yang usianya lebih muda.
Hampir semua manula di panti tersebut menghabiskan hari dengan tidur-nonton tv-makan-tidur. Tapi Gloria mempunyai banyak aktifitas yang menjadikan hidupnya bermakna, seperti berkebun, berlatih nyanyi, ataupun mengunjungi dan menghibur rekan-rekan manula dari satu kamar ke kamar lain. “Kehidupan di panti memang membosankan, tapi saya gak mau mati karena kebosanan. Karena itu saya pilih menjadi bahagia", terang Gloria. Tentu saja ucapannya ini seperti menamparku, yang selama ini masih bisa melihat banyak tempat dan bertemu banyak orang, tapi selalu merasa nelangsa....

Seperti kata Gloria, Kebahagiaan adalah pilihan. Dan semua orang yang selalu berbahagia pasti tahu untuk apa dirinya ada di dunia ini dan apa tujuan hidupnya. Begitu juga dengan Wina Aswir, seorang penulis dan blogger, tempatku berguru banyak hal tentang blog. Dialah yang menawarkan diri secara cuma-cuma untuk mendesain segala tampilan blogku hingga bisa cantik seperti sekarang. Ia pernah bercerita bahwa hidupnya jauh lebih berharga dan bahagia setelah memilih meninggalkan dunia kerja . Sebagai fulltime mother, ia bisa lebih mengaktualisasikan diri melalui dunia blogging, dimana ia bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan kawan dari dunia maya yang begitu peduli dan perhatian kepadanya.


Benarkah aku tahu dengan tujuan hidupku yang selama ini aku jalani??? Mungkin sekian lama aku terus mengejar kebahagiaan material dan segala hal yang bersifat semu. Aku lupa menyeimbangkan kebutuhan sosial dan spiritual yang bisa membuatku menjadi manusia seutuhnya, dan bukannya Manusia Robot seperti selama ini. Seolah Flash Gordon, Aku berlari dan berlari dengan kecepatan tinggi mendahului Sang Gundala Petir, meninggalkan manusia-manusia di belakang sana yang begitu menikmati setiap langkah mereka.
Ketika aku tancap gas melibas segala rintangan dengan ngebut sampai di tujuan , tak kudapati lagi seorangpun disekelilingku. Ternyata segala hal yang telah kuperoleh, menjelma menjadi tak begitu berarti lagi, saat kusadari begitu keroposnya casing jiwa Robotku ini. Andai saja si Robot Kaleng ini kehabisan baterai , mungkin tak ada seorangpun yang berdaya menolong lagi. I might be desperately lonely to the death!


Sekali lagi Malaikat Penjagaku menimpali,
"Eh...eh dari tadi situ ngomongin tujuan hidup! Emang sebenernya tujuan hidup situ mo ke neraka kelas ekonomi apa ke neraka kelas eksekutif sih ?? Udah encok, pegel linu, rematik, dan asam urat nih, nyatetin dosa-dosa dan perbuatan bejat situ yang banyaknya segambreng-gambreng!!! "


My Pursuit Of HappinessArthur Schopenhauer, Seorang filsuf Jerman, pernah berkata bahwa musuh utama dari kebahagiaan adalah kesengsaraan dan kebosanan. Dua tahun sudah berlalu sejak aku bergelut dengan krisis hidup seperempat abad, dan harus terseok-seok merangkak keluar dari lubang kesengsaraan itu.

Sekarang aku telah mendapatkan “kebebasan-seperti-burung” yang membuatku bisa berkelana semauku tanpa ada pihak manapun yang mengekang . Walau untuk itu tak ada lagi jaminan sejumlah uang yang bisa kuterima di rekeningku tiap bulan. Tak bisa lagi kukenakan “nama besar” yang selama ini memayungiku kemanapun pergi. Tak kumiliki lagi kartu pers yang sekian lama telah membuatku merasa berkuasa.
Lalu …sudahkah aku hidup mapan bergelimangan sandang pangan dan papan seperti jutawan??? Dono Kasino Indrow!! Boro –boro ya bow!! Well….kita emang gak mungkin bisa mendapatkan semua hal yang kita inginkan di dunia ini. (Emangnya mau taro dimana ???)

Tapi aku tahu karena kehadiran orang-orang yang meninggalkan dan mengisi makna penuh warna dalam hidup inilah yang bisa membuatku “bahagia-berasa-kaya-raya”, walaupun nggak selalu mendatangkan harta, tahta, apalagi waria (?). Seperti kata om Charlie Chaplin, Life is a tragedy when seen close up, but a comedy when seen zoom out.
Walau kini tak ada lagi tempat berlindung yang memayungi status kewartawananku, tapi rasanya jiwa seorang Juru Kabar itu akan selalu bersemayam dalam dadaku (koq...kayak Patih Gajah Mada lagi ngucapin Sumpah Palapa??). Emang bener koq aku ini seorang kapiten....eh seorang kuli tinta amatir!!! Si Mamad temennya Surya Paloh!! So what getu lohhh ...

Jadi….tak perlu lagi kucari-cari dimana letaknya kebahagiaan, because it’s already within me and i choose to be happy!

SO….ARE YOU HAPPY TODAY????

(Untuk semua kawanku, para bintang yang bersinar terang dalam kehidupan)

Baca Juga Yang Satu Ini

Pesta Mandi Bedak , Puncak Perayaan Tahun Baruan Kampung Tugu Yang Tak Kalah Seru Dengan Festival Songkran di Thailand

Tahukah Anda, di ujung utara Jakarta, ada sebuah kawasan yang merupakan kampung Kristen tertua di Jakarta dan juga di Indonesia?  ...